Wednesday, August 17, 2011

Sinar Matahari: Baik atau Buruk?

Houston sedang panas-panasnya. Hampir setiap hari suhu mencapai 39 atau 40 derajat Celcius dengan matahari yang bersinar garang, tanpa ampun. 

Meski dianjurkan untuk berjemur dalam rangka memerangi vitiligo, namun saya memilih untuk berlindung dan membiarkan kulit saya TIDAK terbakar matahari. Saya merasa ketika saya tidak mendapatkan terlalu banyak matahari, vitiligo saya kelihatan sedikit lebih baik. Lagipula, tidak sehat untuk kulit tanpa pigmen mendapat terpaan sinar matahari yang terlalu kuat.

Saya memilih untuk mendapatkan sinar matahari di bawah pukul 08.00 pagi. Ini yang cocok bagi saya.

12 comments:

  1. dokter kulit yang saya datangi menyarankan saya untuk datang ke RS Tarakan untuk menjalani terapi sinar UV utk mengobati vitiligo saya. Says sendiri belum mencoba terapinya. Lagi nyari tahu, terapi apa yang efektif untuk vitiligo :)

    Kalo pengalaman dari Mbak Andini sendiri, terapi sinar UV seberapa efektifnya, jika dibandingkan dengan terapi manual seperti berjemur di bawah sinar matahari langsung?

    thx

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. Halo Sufren,

    Pertanyaan di post tentang alergi susu juga aku jawab di sini saja ya.

    Untuk kasusku, terapi sinar UV tidak kelihatan efeknya dengan cepat. Aku waktu itu menjalaninya selama kurang lebih 1 bulan. Dan untuk aku terapi itu lama2 kok rasanya mahal, karena aku harus datang ke dokter setiap 3 hari sekali. Ditambah lagi aku takut terhadap efek jangka panjang dari pengobatan itu. Tapi sekali lagi setiap orang beda2. Ada yang sangat cocok dengan terapi UV itu.

    Untuk alergi susu sebenernya maksudku adalah ada kemungkinan bahwa alergi terhadap suatu jenis makanan bisa berpengaruh terhadap sistem imunitas tubuh. Dan seperti yang kita tau, sistem imunitas berhubungan dengan munculnya vitiligo. Masalahnya adalah ada banyak sekali hal yang bs mempengaruhi sistem imunitas kita. Saya benar2 berharap dunia medis bisa mulai membuka mata mereka untuk kemungkinan2 lain. Selama ini obat vitiligo itu selalu hanya sinar UV atau berjemur di bawah matahari juga salep corticostreoid. Menurut saya pengobatan2 itu tidak mengobati penyebab, hanya akibat.

    Semoga membantu ya, Sufren.

    Terima kasih.

    Andini

    ReplyDelete
  3. terima kasih Mbak Andini utk jawabannya :)

    Kalau saya baca-baca isi blog Mbak Andini, sepertinya usaha penyembuhan vitiligo yang dilakukan Mbak lebih mengarah ke pendekatan psikologis dan spiritual ya Mbak (ketimbang pendekatan obat-obatan)? jadi, seperti menerima keadaan diri (self-acceptance), mencintai tubuh ini (love your body), dan mendekatkan diri pada Tuhan.. benar begitu Mbak?

    terima kasih lagi.

    ReplyDelete
  4. Tepat sekali, Sufren. Hehehe..

    Saya pernah berada di situasi terobsesi sekali dengan vitiligo dan cara menyembuhkannya. Menghindari berbagai makanan, membaca berbagai artikel tentang vitiligo, bergabung dengan komunitas2 vitiligo, semua saya lakukan. Hasilnya adalah saya malah stress sendiri dan vitiligo saya tidak berkurang atau berhenti menyebar. Mereka tetap ada, bahkan melebar.

    Akhirnya saya pikir lebih baik saya bahagia. Saya capek merasa terobsesi dan ingin mengisi hidup saya dengan hal2 yang lebih bermakna. Vitiligo saya tidak bisa hilang dan saya harus hidup dengan itu. Kalau ada yang bertanya, saya jawab. Kalau ada yang melihat vitiligo saya dengan bingung, saya pura2 tidak melihat. Hehehe..

    Saya merasa lebih nyaman sekarang. Apapun yang terjadi nantinya ya saya hadapi nanti saja. Saya tetap berusaha melakukan hal2 yang saya pikir dapat membantu vitiligo saya tidak melebar seperti menghindari air yang terlalu panas atau sinar matahari yang terlalu kencang. Saya juga sangat membatasi konsumsi produk mengandung susu sapi. Saya tidak mengatakan diri saya spiritual atau mencoba mengajarkan tentang spiritualitas. Kebetulan apa yang saya tulis di sini adalah apa yang sesuai bagi saya. :)

    Semoga menjawab ya, Sufren. Ohya, panggil Andini saja. Enggak perlu pakai mbak. :)

    Terima kasih.

    ReplyDelete
  5. Terima kasih Andini atas sharing pengalamannya... Tenang saja, saya tidak merasa diajari kok... Haha. Karena background saya kuliah psikologi. Jadi, saya cukup memahami ya bahwa menjaga kestabilan psikis amatlah penting demi kestabilan fisik ini... Hehe.

    Justru jawaban Andini memberikan saya semacam "kekuatan" lho (jika-jika saja, pengobatan yang saya jalani tidak berhasil mengatasi dg efektif), bahwa vitiligo tidak perlu ditakuti-takuti, meski menakutkan utk sebagian kelangan, tidak perlu dibesar-besarkan pula, meskipun nanti mgkn bertambah besar.. Hehe. Sekarang sih, vitiligo saya belum melebar (dan mudah2an tidak melebar lah ya)..

    Sekali lagi, terima kasih Andini atas sharing dan jawabannya :)

    ReplyDelete
  6. sy janu,sdh 17 thn bersama vitiligo(sejak umur 13).selama ini sy selalu menghindari sinar matahari,terutama kl naik motor pake lengan panjang,jaket,sarung tangan,helm fullface,pokoknya tertutup rapat.(awalnya untuk mengurangi rasa tdk PD,diliatin orang2).ya banyaklah bersyukur biar tidak stress..alhamdulillah Tuhan masih sayang sama saya,jd dg vitiligo saya jg dpt menikah dg wanita yg sangat mencintai saya,sy sdh menikah selama 7 tahun,punya 3 anak laki2 yg sehat2,jg bisa bekerja sbg PNS(penyuluh KB)..ya smg dpt memberi motivasi buat tmn2 yg jg menjalani hidup bersama vitiligo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Janu,

      Maaf baru membalas komennya. Saya senang sekali membaca komen Anda. Turut berbahagia untuk semua kebahagiaan di hidup Anda saat ini.

      Ya, saya setuju dengan banyak bersyukur kita jadi melihat bahwa hidup kita tidak seburuk yang kita pikirkan. Ada banyak hal lain yang perlu disyukuri, selain mengasihani diri sendiri.

      Semangat terus dalam pekerjaan dan keluarga ya, Janu!

      Delete
  7. ketika kita sudah berusaha berobat tp tak kunjung ada hasilnya, cara yg Andini lakukan saya setuju :) bersyukur masih diberi nikmat hidup dan tetap semangat :)

    ReplyDelete
  8. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  9. Saya Sam 28thn. Saya single. Hidup dengan vitiligo sudah 15thn. Saya punya vitiligo di tangan kaki leher perut san punggung. Saya kawatir kalau akan melebar ke bagian wajah saya. Maaf, di kemaluan saya juga ada vitiligo. Dulu hanya sebatas linkaran berdiameter 1cm bersifat simetris dikedua kaki saya. Sejak saya kelas 3smp s/d kuliah smester 3, vitiligo tsb tidak bertambah.. hanya saja ada yg berkurang dan ada yg muncul. Tapi hanya sebatas titik. Saya selalu menutupi vitiligo saya dengan kamuflase atau makeup yg serupa warna kulit. Tapi setelah smester 3 s/d lulus dan kemudian bekerja, kehidupan saya sering stress dan banyak tekanan. Keadaan vitiligo saya juga semakin parah dan beredar luas ke bagian2 tubuh saya. Saya sering menangis.. kehidupan sosial saya berkurang. Selalu menghindar dari teman yg mendekat. Karna saya ga pd. Saya sampai sekarang masih menutupi vitiligo saya dgn kamuflase yg mahal. Umur saya 28thn dan saya sangat putus asa. Setiap saya ingin mengajak menikah pacar saya saya selalu kawatir gmn klau dia tau vitiligo saya. Saya gantungi dia sampai dia bertanya2 apakah saya serius berhubungan dengan dia. Saya bingung mau terus terang ke dia, kawatir kalau pacar saya menjauh, saya cinta dia, dia sudah menunggu, tapi malah aku bingung. Saya selalu berdoa agar diberikan kerelaan menerima keadaan saya, tapi ga sanggup. Terpintas di pikiran mau depigmentasi menghilangkan warna gelap kulit saya, tapi ga ada dana. Saya bingung dan terpuruk ga tau lagi harus berbuat apa. Byk teman2 saya mengatakan saya sombong karena sama sekali menghindar dari mereka. Saya rindu seperti dulu, aktif lagi bersosialisasi sbg musisi dengan piano. Oh malangnya nasibku. Ingin kalau Tuhan mengambil nyawa saya aja.

    ReplyDelete
  10. Saya juga sudah 5tahun mengalami vitiligo dibagian kaki saya sejak klhiran ank pertama saya. Orang" kadang memandang aneh tp saya berusaha cuek. Semoga vitiligo ini segera sembuh

    ReplyDelete