Wednesday, October 23, 2013

Ketidaksempurnaan ini Milik Saya

Hidup dengan vitiligo adalah hidup dengan perasaan yang naik dan turun. Saya ingat beberapa tahun lalu memandang ke cermin dan melihat bayangan diri sendiri. Sebuah area putih sebesar koin 25 rupiah muncul di wajah, di dagu sebelah kanan. Membayangkan bulatan putih itu akan melebar adalah salah satu perasaan terburuk yang pernah saya rasakan. Rasa percaya diri luluh lantak dan saya hanya bisa menangis di lantai kamar mandi. 

Sudah delapan tahun saya hidup dengan vitiligo. Awalnya saya memandangnya sebelah mata. Hanya bintik putih. Hanya kulit yang warnanya tidak sama rata. Tetapi lalu bintik putih melebar, bulatan putih bermunculan. Saya terpaksa belajar untuk mengenal vitiligo. Perkenalan ini membuat saya membenci vitiligo. Mengutuknya habis-habisan, merasa sedih, merasa berbeda, merasa... aneh.

Sepanjang yang saya ingat, saya selalu menyayangi diri saya. Saya selalu menganggap diri saya cukup. Saya tidak ingin merubah apapun. Memiliki vitiligo membuat saya tidak lagi menerima diri saya apa adanya. Saya membenci perasaan itu. Saya benci ketidakmampuan saya untuk menerima diri saya apa adanya. Masa-masa itu suram dan gelap. Pikiran saya selalu penuh dengan vitiligo, perasaan saya selalu sedih. Letih sekali untuk berada dalam kondisi seperti itu. Memuakkan, bahkan. Maka dengan segenap daya upaya saya memilih untuk memaafkannya. Saya memilih untuk memaafkan vitiligo, bahkan menerimanya. Saya tidak mempertanyakannya, saya tidak mengutuknya. Saya memilih hidup dengannya.

Ketidaksempurnaan ini adalah milik saya dan saya ingin merasa damai dengan segala yang ada di hidup saya. Keberadaan vitiligo tidak bisa dirubah. Saya bisa berusaha mengobatinya, tetapi saya harus bisa menerima kenyataan bahwa kemungkinan besar vitiligo akan tetap ada. Saya menolak untuk dikalahkan oleh vitiligo. Saya memilih untuk mengenalnya, saya memilih untuk memandang diri saya di cermin dan tidak mengasihani diri sendiri. Saya menolak untuk jadi manusia yang mengutuk hidup hanya karena saya berbeda dari orang-orang lain.

Karena blog ini saya banyak menerima e-mail dari sesama pemilik vitiligo atau orangtua dari anak yang memiliki vitiligo. Beberapa menanyakan cara menyembuhkan vitiligo, beberapa hanya mengucap salam kenal, dan beberapa menyampaikan perasaan sedih dan marah karena vitiligo. Saya bisa memahami setiap perasaan yang mereka sampaikan dalam surat-surat elektronik itu. Saya mengerti rasa putus asa, sedih, marah, dan malu karena vitiligo, tetapi saya juga mengerti perasaan damai dan bahagia karena bisa hidup dengan vitiligo. Ya, bahagia. Saya bahagia ketika saya bisa menerima bahwa, seperti setiap manusia yang berjalan di muka bumi, saya TIDAK sempurna. Saya bisa menerima bahwa hidup tidak selalu seperti yang direncanakan dan bahwa saya bisa memilih untuk tidak dikalahkan oleh pikiran-pikiran yang membuat saya sedih.

Saya memilih untuk hidup untuk hari ini, untuk saat ini. Kadang yang perlu kita lakukan adalah mengambil satu langkah demi satu langkah. Tidak perlu buru-buru lari. Cobalah berjalan dahulu. Jika kamu merasa limbung maka carilah seseorang untuk disandarkan. Seseorang yang dapat memegang tanganmu, membantumu melangkah. Jangan menutup diri. Kesempatan untuk berbahagia tidak datang kepada orang yang menutup pintu hati.

--------------------

Vitiligo

Ternyata ketidaksempurnaan jauh lebih mudah diterima bila itu milik orang lain
Janji untuk mencintai dan menghargai ternyata jauh lebih sulit diberikan pada diri sendiri 
Untuk pertama kalinya bayangan di cermin terasa seperti bukan milikku 
Untuk pertama kalinya ada sesuatu yang ingin ku rubah 
Untuk pertama kalinya muncul rasa malu pada sesuatu yang memang milikku, memang untukku 

Ternyata tidak menilai buku dari sampulnya lebih sulit dilakukan bila buku itu milik sendiri 
Kekuatan untuk menerima kenyataan ternyata paling sulit diberikan kepada diri sendiri 
Berulangkali kujanjikan pada orang lain bahwa mereka sempurna seperti adanya 
Berulangkali kuyakinkan orang lain bahwa mereka berharga, 
bahwa hidup tidak memandang warna 

Lebih mudah berkata daripada melakukan 
Lebih mudah berjanji daripada mempercayai 
Kukira aku mencintai diriku apa adanya 
Kukira aku kuat 
Ternyata belum 
Ternyata tidak 

Maafkan aku, diriku


Andini Haryani
13 Mei 2011

Tuesday, February 26, 2013

Perkembangan dan Jawaban

Setahun lalu saya menuliskan post ini: "Tujuh Bulan Kemudian". Ternyata dari semua post yang pernah saya tulis, satu itulah yang mendapatkan paling banyak perhatian dan respon. Pertanyaan yang dilontarkan hampir selalu sama: Apa obat yang Anda pergunakan?

Maka kali ini saya ingin mengambil kesempatan untuk menjawabnya.

Pertama, saya merasa perlu kembali menampilkan perkembangan vitiligo di punggung tangan saya.

Juni 2011

Februari 2012

Februari 2013

Sejujurnya, saya tidak sepenuhnya tahu dan mengerti apa yang menyebabkan perubahan di punggung tangan saya itu. Vitiligo yang ada di punggung juga mulai memiliki warna kulit kembali, namun di berbagai tempat lain masih sama atau semakin besar. 

Apa obat yang saya pakai? Ketika vitiligo saya sedang parah-parahnya di tahun 2010-2011 saya bolak-balik ke dokter. Saya mendapatkan terapi UV dan dianjurkan memakai salep corticosteroid. Saya hanya melakukan terapi selama 2 bulan (setiap minggu 2 x terapi laser) dan memutuskan untuk menghentikannya. Saya juga menghentikan pemakaian salep. 

Kenapa saya melakukannya? Pertama-tama saya perlu mengatakan bahwa keputusan itu adalah keputusan pribadi Saya. Tulisan ini (atau semua tulisan saya yang lain) tidak dibuat untuk memaksa atau menganjurkan pembaca menghentikan terapi mereka, kecuali memang hal itu adalah sebuah keputusan yang diambil dengan mengetahui segala risikonya. Saya hanya ingin menceritakan perjalanan Saya. Tidak dalam kapasitas apapun saya hendak menggurui apalagi menjanjikan kesembuhan. 

Kembali kepada pertanyaan "kenapa saya menghentikan pengobatan?". Satu, Saya tidak mendapatkan perubahan positif dari semua terapi itu. Kedua, Saya takut akan efek jangka panjangnya. Ketiga, Saya percaya semua terapi itu mengobati akibat dan bukan sebab. Tidak ada asap kalau tidak ada api. Saya lebih tertarik memadamkan apinya.

Maka saya tidak bisa memberitahu obat apa yang saya pakai, karena saya tidak pakai obat apapun. Tetapi saya dapat memberitahu apa saja perubahan yang saya lakukan dalam gaya hidup dan pola makan saya sejak memutuskan menghentikan terapi. 

  1. Saya mengubah pola pikir tentang vitiligo. Saya memilih untuk tidak terobsesi pada vitiligo. Saya memilih untuk menghentikan semua riset tentang vitiligo, karena semua hasil yang saya dapatkan cuma membuat saya ingin menangis dan marah pada keadaan. Saya memilih untuk hidup bersama vitiligo dan menerimanya sebagai bagian dari saya.
  2. Saya merubah pola makan dengan menambah asupan sayur dan buah, terutama dalam bentuk mentah. Saya lebih sering minum jus dan smoothie, makan salad, juga memilih sayuran yang dimasak dibanding daging merah. Saya masih makan daging merah, namun kini jumlahnya tidak sebanyak dahulu. 
  3. Perut saya tidak kuat susu sapi, maka saya menjauhinya. Meski demikian perut saya bisa mentolerir es krim dan yogurt maka saya masih mengkonsumsi keduanya dalam porsi yang secukupnya.
  4. Saya mengurangi makan makanan yang mengandung gula. 
  5. Saya menjauhi air panas yang terlalu panas untuk mencuci piring atau mandi. Saya tinggal di AS jadi di musim dingin air bisa sangat dingin dan saya menyadari bahwa ketika memakai air yang terlalu panas kulit saya jadi kering sekali lalu pecah-pecah dan akhirnya berakhir jadi vitiligo.
  6. Saya menjauhi sinar matahari yang terlalu panas, meski saya masih favorit sekali main di bawah matahari.
  7. Saya mencoba bergerak setiap hari. Olahraga membuat pikiran ikut segar. 
  8. Saya memilih produk kulit yang minim pewangi dan pewarna, termasuk sabun mandi dan lotion
Menurut saya, kuncinya adalah mengenal diri sendiri. Saya percaya makanan, kualitas udara dan produk tubuh yang dibalurkan pada kulit memiliki pengaruh kepada fungsi organ di dalam tubuh. Pencernaan adalah salah satu sistem terpenting di dalam tubuh dan saya percaya ketidakseimbangan yang terjadi di dalam tubuh dapat muncul pada kulit. Bagi saya kulit adalah cermin dari kesehatan tubuh dan kalau kita mau "mendengarkan" tubuh kita maka ia akan memberitahu apa yang salah dan perlu diperbaiki. 

Saya minta maaf jika jawaban ini tidak sesuai dengan apa yang pembaca harapkan. Sayangnya belum ada obat yang dapat dengan cepat menghilangkan vitiligo. Oleh karena itulah saya bilang ini adalah sebuah perjalanan. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi besok atau tahun depan, tapi saya tahu untuk saat ini saya bisa menjadi lebih sehat dan syukurlah ternyata berpengaruh pada vitiligo yang saya miliki.

Kepada pembaca yang masih khawatir dengan vitiligo yang dimiliki, kalau boleh saya anjurkan, lakukan tes kadar hormon thyroid dan pastikan Anda tidak menderita hyperthyroidism, karena ada beberapa kasus yang menghubungkan vitiligo dengan tingginya hormon tersebut. 

Kemudian, perhatikan juga jika Anda memiliki alergi makanan tertentu. Alergi bukan hanya tentang bentol-bentol atau tidak bisa bernafas karena makan udang atau kepiting, tetapi juga alergi yang membuat Anda tidak buang air besar dengan normal.

Semoga bisa membantu.


Salam,
Andini